Bersyukur Peduli Sesama

Kamis, 21 Januari 2010

Jika Lembaga-Lembaga Amil Zakat Dibubarkan


Beberapa saat yang lalu tersebar kabar bahwa pemerintah mengusulkan agar Badan Amil Zakat (BAZ) dijadikan sebagai wadah tunggal dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Melalui Departemen Agama, pemerintah telah menggulirkan wacana itu secara terbuka lewat usulan revisi Undang-Undang (UU) No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat kepada DPR RI.

Keinginan pemerintah untuk menjadikan BAZ sebagai satu-satunya lembaga pengelola zakat di Indonesia dari tingkat nasional hingga tingkat kelurahan/desa menyulut kontroversi dan mengundang banyak penolakan dari banyak pihak. Penolakan terhadap usulan tersebut bergulir semakin deras, salah satunya di laman jejaring facebook. Di sana muncul grup bernama ''Gerakan 1.000.000 Umat Tolak Pembubaran LAZ (Lembaga Amil Zakat) Dompet Dhuafa, PKPU, RZI dll''. Hingga Rabu (30/12/09), jumlah pendukung gerakan penolakan pembubaran LAZ itu sudah mencapai 30.557 anggota.

Sebenarnya, akan sangat baik jika memang LAZ-LAZ yang ada disatukan dan ditangani dengan manajemen yang baik dan amanah, akan tetapi dengan sistem yang benar menurut syariat Islam karena pada dasarnya zakat merupakan bagian dari syariat Islam. Akan tetapi jika ditilik lebih jauh, mengapa syariat yang diberlakukan hanyalah syariat yang “menghasilkan uang” saja, tidak menggunakan syariat dalam segala aspek baik kehidupan pribadi, kehidupan masyarakat dan bernegara?

Tentunya hal ini menjadi koreksi bagi pemerintah. Dan jika memang usulan tersebut disetujui maka pemerintah pun menjadi wajib mengontrol penuh kinerja BAZ yang menangani zakat secara nasional, jangan sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, sebab berulangkali masyarakat dikecewakan dengan kinerja pemerintah, termasuk “mega skandal” Bank Century yang akhir-akhir ini mulai terkuak bahkan melibatkan instansi besar pemerintah.

Jika memang LAZ-LAZ dibubarkan, berarti pemerintah dengan BAZ-nya menyatakan telah siap untuk melanjutkan program-program LAZ-LAZ yang ada. Dan, kami pun selaku bagian kecil dari LAZ akan mengucap Alhamdulillah, karena beban kami berkurang dan memperingan tanggung jawab kami di dunia dan di akhirat kelak. Dan, masyarakat-lah yang akan menilai kinerja pemerintah, sebagai konsekuensi pembubaran LAZ-LAZ yang ada. Kami menyadari memang masih amat sangat jauh jika dibandingkan dengan kehidupan shahabat dalam hal menyantuni fakir miskin, semoga jika memang LAZ dibubarkan, pemerintah bisa meneladani para shahabat Rasulullah n dalam segala hal termasuk dalam menyantuni fakir miskin.

Sebagai gambaran beratnya tugas ini ialah kisah sahabat Rasulullah n yang kaya hikmah yang mungkin hari ini sudah tidak ada lagi hal semisal. Pada suatu malam, Khalifah Umar berjalan berkeliling perkampungan untuk mengetahui kondisi rakyatnya. Kemudian ia mendapati sebuah gubuk reot dan terdengar suara tangis anak-anak di dalamnya. Dari celah gubuk reot itu beliau melihat seorang ibu yang tengah berusaha menenangkan anaknya yang menangis karena kelaparan. Rupanya anaknya menangis karena kelaparan sementara sang ibu tidak memiliki apapun untuk dimasak malam itu.

Umar mendengar si Ibu berkata kepada anaknya. “Berhentilah menangis, sebentar lagi makanannya matang.” Namun, kemudian Umar terperanjat ketika melihat bahwa yang dimasak oleh ibu itu adalah sebuah batu. Sandiwara sang ibu yang berpura-pura memasak itu hanya untuk merendam tangis anaknya yang tak henti karena rasa lapar. Melihat pemandangan itu Umar sangat sedih dan merasa berdosa. Ditemani pengawalnya, Umar pergi ke gudang penyimpanan makanan negara dan mengangkut sendiri karung gandum. “Ijinkan saya yang akan membawa dan memanggul gandum itu” pinta sang pengawal. “Biarlah aku yang mengangkat dan memanggul gandum ini. Ini adalah tanggung jawabku. Dan aku akan menebus dosa-dosaku yang telah menyengsarakan rakyatku” kilah Umar bin Khathab. Begitulah Umar bin Khathab menjalankan pemerintahannya. (ahs—dari berbagai sumber).

Mengapa Kita Perlu Lembaga Zakat?


“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan (dari kekikiran dan cinta berlebihan kepada harta) dan menyucikan (menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati) mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At Taubah : 103).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa zakat diambil dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahik). Dalam khazanah hukum Islam, yang bertugas mengambil zakat adalah para petugas zakat (amil). Menurut Imam Qurthubi, amil adalah orang-orang yang ditugaskan oleh imam (pemerintah) untuk mengambil, menuliskan, menghitung, dan mencatat harta zakat yang diambil dari para muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Amil zakat adalah profesi yang mulia, Allah l mencantumkan namanya di dalam Al-Qur’an. Kemuliaan amil bukan sekadar ia menjadi pengelola amanah orang mukmin, namun ia juga menjadi media tercapainya keharmonisan antara si kaya dengan si miskin dengan menjadi mediator bagi sirkulasi zakat antara keduanya.

Harta yang dimiliki, pada hakikatnya adalah milik Allah l. Allah-lah yang kemudian melimpahkan amanah kepada para pemilik harta, agar dari harta itu dikeluarkan zakatnya. Di sinilah sikap amanah dipupuk, sebab seorang muslim dituntut menyampaikan amanah kepada ahlinya. Sikap amanah, tidak hanya tumbuh dalam diri orang yang berzakat, tetapi juga pada para petugas atau amil zakat. Yakni dalam membagi dan menyalurkan seluruh harta zakat kepada yang berhak. Dahulu, dalam hal operasional zakat, Rasulullah n dan para sahabatnya menerapkan seleksi ketat dalam memilih para amil zakat.

Kriteria sifat standar yang dipegang Rasulullah n dan para sahabatnya, pertama adalah orang yang benar-benar memiliki sifat amanah, mengerti permasalahan dan kehidupannya mencukupi. Rasulullah n bahkan memberi motivasi kepada para amil zakat dalam sabdanya, "Amil sedekah (zakat) yang melakukan tugasnya dengan ikhlas dan semata karena Allah, ia laksana orang yang berperang di jalan Allah, sampai ia kembali lagi ke rumahnya." (HR. Ahmad).

Pada masa Rasulullah n yang diangkat menjadi amil zakat adalah Baginda Umar bin Khattab ra. Rasulullah n juga pernah mempekerjakan seorang pemuda dari Suku Asad, yang bernama Ibnu Lutaibah untuk mengurus urusan zakat Bani Sulaim. Beliau juga pernah mengutus Ali bin Abi Thalib ke Yaman untuk menjadi amil zakat. Selain Ali bin Abi Thalib, Rasulullah n juga pernah mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, yang di samping bertugas sebagai da’i (mendakwahkan Islam secara umum), juga mempunyai tugas khusus menjadi amil zakat. Ketika Umar menjadi khalifah, beliau mengangkat Ibnus Sa'dy Al-Maliki sebagai pengumpul zakat.

Hal ini diriwayatkan oleh Busr bin Sa'id dari Ibnus Sa'dy Al-Maliki, yang berkata, ''Umar pernah mengangkat aku untuk mengurus zakat (amil). Ketika usai pekerjaanku dan aku laporkan kepadanya, maka dia kemudian mengirimi aku upah. Maka aku katakan, 'Sungguh, aku melakukan tugas ini karena Allah.' Maka Umar berkata, 'Ambillah apa yang telah diberikan kepadamu. Aku dulu juga pernah menjadi amil Rasulullah n, dan beliau memberi upah untuk tugas itu. Ketika aku katakan kepada beliau seperti yang kau katakan tadi, maka Rasulullah SAW berkata, bila engkau diberi sesuatu yang tak kau pinta, maka makanlah dan sedekahkanlah.'” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Sejarah perjalanan profesi amil zakat telah ditorehkan berabad-abad silam. Dan telah dicontohkan oleh Rasulullah n dan para sahabatnya. Di Indonesia sejarah kelahiran amil zakat telah digagas sejak 13 abad yang silam. Saat Islam mulai masuk ke bumi nusantara. Sejak itu cahaya Islam menerangi tanah air yang membentang dari Aceh hingga Papua. Setahap demi setahap masyarakat di berbagai daerah mulai mengenal, memahami dan akhirnya mempraktekkan Islam. Namun dalam perjalanan yang telah melewati masa berabad-abad tersebut, praktek pengelolaan zakat masih dilakukan dengan sangat sederhana dan alamiah. Setelah melewati fase pengelolaan zakat secara individual, sebagai kaum muslimin di Indonesia menyadari perlunya peningkatan kualitas pengelolaan zakat. Masyarakat mulai merasakan perlunya lembaga pengelola zakat, infak dan sedekah.

Zakat Sebagai Salah Satu Pilar Islam

Perhatian Islam terhadap kaum yang miskin sangat besar sekali dan merupakan hal prinsipil. Untuk merealisasikan hal tersebut Islam menjadikan zakat menjadi pilar pokok ketiga setelah shalat, sebagaimana dapat disimak dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim yang artinya: “ Islam dibangun di atas lima tiang pokok, yaitu kesaksian bahwa tiada ilah (yang berhak untuk disembah) selain Allah dan Muhammad Rasulullah; mendirikan shalat; membayarkan zakat; berpuasa dalam bulan Ramadhan; dan naik haji bagi yang sanggup.” Di dalam Al-Qur’an dinyatakan oleh Allah setiap perintah shalat senantiasa diikuti dengan zakat. Hal ini tentu menunjukkan betapa eratnya hubungan antara keduanya. Bahkan Islam mempersyaratkan kepada orang yang masuk Islam dengan mengerjakan shalat dan membayar zakat. Lihat Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 5 dan 11).

Beberapa orang sahabat Nabi pun menyatakan tentang zakat sebagai berikut; Abdullah bin Abbas menyatakan, “Anda sekalian diperintahkan menegakkan shalat dan membayarkan zakat. Siapa yang tidak mengeluarkan zakat maka shalatnya tidak akan diterima.” Berikutnya Jabir bin Zaid mengatakan, “Shalat dan zakat adalah kewajiban dalam satu paket, keduanya tidak terpisahkan. Allah tidak akan menerima shalat kecuali dibarengi dengan zakat.” Bahkan Abu Bakar Ash-Shidiq salah seorang kibarus shahabat ketika menjadi Khalifah mengatakan, “Demi Allah, saya akan memerangi siapa yang memisahkan shalat dan zakat.”

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa tanpa membayarkan zakat maka seseorang tidak dapat dianggap sebagai seorang yang beriman (Al-Qur’an Surat Al-Mukminun ayat 1-4, dan Surat An-Naml ayat 2-3). Di dalam Surat Luqman ayat 3-4 Allah lebih menegaskan bahwa tanpa membayarkan zakat, seseorang itu tidak dapat masuk ke dalam golongan orang-orang yang berbuat baik dan orang-orang yang memperoleh petunjuk. Demikian juga dalam surat Al-Baqarah ayat 177 dinyatakan bahwa orang yang tidak membayarkan zakat tidak dapat dikategorikan sebagai orang yang baik, jujur, dan taqwa.

Telah jelas bagi kita bahwa zakat merupakan salah satu perkara yang urgen dalam Islam. Pada zaman kekhalifahan Islam, orang yang tidak mau membayar zakat dinyatakan sebagai pembangkang dan diperangi oleh negara sampai mereka mau membayarnya sebagaimana perkataan Abu Bakar tersebut di atas. Padahal saat itu amat dekat dengan zaman Rasulullah n dan panji-panji Islam berkibar dengan gagahnya. Sistem kehidupan ditata dengan aturan Islam sehingga menjadi amat mudah bagi seseorang yang ingin melaksanakan segala hal yang disyariatkan dalam Islam.

Amat berbeda dengan kondisi sekarang, hukum dan perundang-undangan yang dipakai bukanlah syariat Islam. Bagi umat Islam yang tidak membayar zakat tidak diberlakukan sanksi, tidak ada pula tekanan dari pemerintah untuk melaksanakan syariat zakat tersebut. Ditambah pula tingkat kesadaran berzakat kaum muslim di Indonesia hari ini masih sangat kurang. Hasil survey PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) menyebutkan bahwa potensi dana zakat di Indonesia, yang populasinya sekitar 87% muslim, sangat besar hingga mencapai 9,09 triliun rupiah pada 2007. Sumber yang lain mengatakan bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 20 triliun per tahun. Namun dari jumlah itu, yang tergali baru Rp 500 miliar per tahun (berdasarkan asumsi tahun 2006).

Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang ada di Indonesia ini belumlah seberapa dalam memfasilitasi umat dalam menjalankan syariat zakat tersebut dan menggali segala potensinya. Padahal potensi zakat yang sedemikian besar tersebut jika dikelola dengan baik akan menghasilkan kemaslahatan umat yang luar biasa. Jika memang bisa direalisasikan, mungkin tidak ada lagi kita jumpai orang yang kelaparan di Indonesia ini.

Subhanallah, itu baru salah satu syariat dalam Islam yang dilaksanakan, jika memang setiap aspek kehidupan diatur dengan aturan Islam, tentu akan membawa kita kepada peradaban yang jauh lebih maju.

Perlunya Lembaga Zakat

Rendahnya tingkat kesadaran umat untuk berzakat memang perlu mendapat perhatian yang serius, belum lagi kondisi pemerintah yang tidak memberikan perhatian bagi pelaksanaaan syariat zakat bagi warga mayoritas, yang akhirnya menambah jauhnya implementasi aturan syariat khususnya syariat zakat bagi umat Islam di Indonesia. Mengapa perlu perhatian serius? Sebab, zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang telah memenuhi syaratnya. Perkara wajib jika ditinggalkan maka pelakunya akan berdosa. Bahkan apabila tidak menunaikan zakat itu karena juhud (menentang) maka bisa mengakibatnya pelakunya keluar dari Islam.

Mestinya untuk meningkatkan kesadaran umat untuk berzakat tidak cukup hanya dengan program-program penyuluhan dari lembaga-lembaga dakwah saja yang mengajak umat untuk melaksanakan kewajiban zakat, tetapi juga harus dibarengkan dengan adanya lembaga-lembaga zakat yang menangani secara amanah dan profesional.

Dengan demikian, kewajiban zakat bagi umat Islam benar-benar dapat terasa kemanfaatannya bagi umat dan dapat membawa kemaslahatan yang lebih luas. Mestinya bagi kita umat Islam tidak ragu-ragu lagi dengan syariat Islam yang telah terbukti membawa umat kepada kesejahteraan, baik di dunia maupun kelak di akhirat. (dari berbagai sumber).

Jumat, 18 Desember 2009

Kisah :Suhaib bin Sinan (Ar-Rumi)


Siapa di antara kaum muslimin yang belum kenal dengan Suhaib Ar-Rumi dan belum mengetahui secuil pun dari riwayatnya?

Yang tidak di ketahui oleh kebanyakan dari kita adalah bahwa sesungguhnya Suhaib bukanlah Ar-Rumi (orang Romawi). Dia adalah Arab asli. Berayah dari suku Numair dan ibu dari suku Tamim. Nama Suhaib di nisbahkan kepada Romawi karena suatu kisah yang sulit dilupakan oleh sejarah.

Alkisah kurang lebih dua tahun sebelum bi'tsah (diutusnya) Rasulullah, penguasa kota Ubulah (kota lama yang sekarang termasuk wilayah Bashrah) adalah Sinan bin Malik An-Numairi. Sinan mempunyai anak yang sangat di cintainya seorang bocah berusia lima tahun yang diberi nama Suhaib.

Suhaib adalah seorang anak yang berwajah ceria, berambut pirang, gesit, lucu, lincah, dan sorot matanya menunjukkan kecerdasan. Keberadaannya membahagiakan hati ayahnya dan melenyapkan semua duka citanya.

Pada suatu kesempatan, Suhaib dan ibunya bepergian ke desa At-Taniya di daerah Iraq untuk tetirah. Mereka ditemani oleh beberapa pembantu dan pengawal.

Tanpa disangka-sangka, desa tersebut diserang oleh pasukan Romawi. Para pengawal berhasil dilumpuhkan, kemudian harta benda mereka dirampas, dan mereka sendiri ditawan. Termasuk di antara para tawanan ini adalah si kecil Suhaib.

Kini berubahlah seluruh kehidupan Suhaib. Dia dijual di pasar budak Romawi. Silih berganti tangan yang menguasainya. Berpindah dari satu majikan ke majikan yang lain. Ini merupakan kebiasaan kehidupan para budak yang ribuan jumlahnya memenuhi istana-istana Romawi.

Ternyata Suhaib selalu menarik hati tuan-tuannya. Dari situ dia bisa melihat sendiri kehidupan di dalam istana-istana Romawi yang penuh dengan kebejatan moral. Dengan telinganya dia mendengar berbagai macam kejahatan dan kezhaliman. Oleh sebab itu dia membenci dan menghinakan masyarakat itu dan berkata dalam hati “Masyarakat yang seperti ini tidak bisa dibersihkan kecuali dengan angin topan….”


Suhaib tumbuh di negeri Romawi dan dewasa di antara para penduduknya. Dia nyaris melupakan bahasa Arab kini. Namun demikian tak pernah lenyap dari ingatannya bahwa dia adalah seorang anak Arab, keturunan padang pasir. Kerinduannya akan hari kebebasannya tak pernah padam. Dia selalu berharap bisa kembali kepada suku bangsanya.

Kerinduan itu semakin membuncah tatkala mendengar seorang “dukun” Nasrani berkata kepada tuannya, “Telah tiba masanya seorang nabi datang dari Makkah di jazirah Arab. Dia membenarkan risalah Isa bin Maryam dan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju terang.”


Beruntunglah, suatu ketika datang kesempatan bagi Suhaib untuk melarikan diri. Begitu lepas dari tuan-tuannya, dia langsung menuju Makkah, Ummul Qura, yang merupakan pusat kediaman bangsa Arab dan tempat munculnya nabi yang dinanti-nanti.

Begitu menginjakkan kaki di sana, orang-orang memanggilnya Suhaib Ar-Rumi -Suhaib si orang Romawi- karena lidahnya kaku bila berbahasa Arab, lagi pula rambutnya pirang.

Selanjutnya Suhaib berdagang bersama seorang tokoh Makkah, Abdullah bin Jad'an. Dia mendapatkan untung besar, maka dalam waktu singkat menjadi kaya raya. Tapi benaknya terus mengingat kata-kata si “dukun” Nasrani di Romawi dulu. Dia bertanya-tanya pada diri sendiri, “Bilakah hal itu terjadi?”

Jawaban datang tak lama setelah itu.

Pada suatu hari dia pulang ke Makkah dari bepergian. Segera didengarnya berita bahwa Muhammad bin Abdullah telah diutus. Dia menyampaikan dakwahnya, menyeru orang-orang agar beriman kepada Allah semata, mendorong pada keadilan dan kebaikan, serta melarang kejahatan dan kemungkaran.

“Bukankah dia yang biasa dijuluki Al-Amin?” tanya Suhaib.

“Benar,” jawab lawan bicaranya. “Dimana tempatnya?”

“Di rumah Arqam bin Abi Arqam di Shafa. Tapi jangan sampai orang-orang Quraisy melihatmu. Engkau bisa dicincang habis oleh mereka. Apalagi engkau seorang asing. Tak ada sanak keluarga atau kaum yang melindungimu.”

Suhaib pergi dengan sangat hati-hati. Sebentar-sebentar dia menengok ke belakang. Ketika sampai di depan pintu rumah kawannya, Ammar bin Yasir, dia ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya mengentuk.

“Tidakkah engkau ingin sesuatu, Ammar?” tanya Suhaib.

“Apa yang engkau inginkan?” Ammar balik bertanya.

“Aku ingin menemui orang itu dan mendengarkan ajaran yang dikatakannya.”

“Aku juga begitu,” kata Ammar.

“Kalau begitu, mari kita berangkat bersama-sama dengan berkah Allah.”


Suhaib bin Sinan dan Ammar bin Yasir pergi menjumpai Rasulullah dan mendengarkan seruan beliau. Cahaya iman menyinari kalbu keduanya. Mereka mengulurkan tangan untuk bai'at syahadat “Laa ilaha illallah Muhammadar Rasulullah”. Seharian mereka berdua tinggal di sisi Nabi untuk mengambil tuntunannya dan mengakrabkan persahabatannya.

Begitu malam turun dan keadaan mulai sepi, Suhaib dan Ammar keluar dalam lindungan kegelapan. Masing-masing membawa cahaya di hatinya, yang cukup terang untuk menyinari alam semesta.


Suhaib ikut memikul bagiannya dari siksaan Quraisy bersama Bilal, Ammar, Sumayyah, Yasir, Khabrah, dan puluhan muslimin lainnya. Seandainya penganiayaan Quraisy tersebut ditimpakan pada sebuah gunung, niscaya akan runtuh. Namun orang-orang ini menerima semua itu dengan jiwa yang mantap dan penuh kesabaran, karena mereka tahu bahwa jalan ke surga penuh dengan kepedihan.

Setelah Rasulullah mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah ke Madinah, Suhaib juga ingin berangkat menyertai Rasulullah dan Abu Bakar. Tapi malang, Quraisy mencium rencana itu. Mereka menghalang-halanginya dengan memasang pengawas di jalan-jalan untuk mencegah jangan sampai harta benda yang diperolehnya lepas dari tangan mereka.

Suhaib menanti-nanti kesempatan untuk menyusul Rasulullah serta sahabat-sahabatnya, tetapi gagal karena pengawasan terhadapnya sangat ketat. Tak mungkin dia lolos kalau tidak dengan tipu muslihat.

Pada suatu malam yang sangat dingin, Setelah orang-orang itu kelihatan tidur kembali, pelan-pelan Suhaib merangkak menjauh. Dia langsung menuju ke arah Madinah.

Para pengawas Quraiys baru menyadari apa yang terjadi setelah Suhaib tak kunjung kembali. Mereka terbangun dengan kebingungan, kemudian bergegas mengejar dengan kuda-kuda mereka. Suhaib berhasil ditemukan di jalan menuju Madinah.

Melihat datangnya bahaya, Suhaib segera mencari tempat yang menguntungkan, lalu menyiapkan busur dan panah. Ia menggertak, “Hai orang-orang Quraisy, kalian tahu aku sangat mahir membidik dengan panah. Jangan harap kalian bisa menyentuhku sebelum habis anak panah di bahuku ini. Satu bidikan untuk satu orang bagi kalian. Akan kugunakan pula pedangku yang tajam ini selama masih berada di tanganku.”

Salah satu dari mereka berkata, “Demi Tuhan, kami tidak bisa membiarkan engkau pergi bersama hartamu. Dulu engkau datang kemari dalam keadaan miskin, lalu menjadi paling kaya raya.”

Suhaib berusaha menawar, Apakah kalian bersedia melepasku kalau harta benda itu kutinggalkan?”

“Ya.”

Tanpa pikir panjang dia menunjukkan tempat penyimpanan hartanya di Makkah. Mereka pun pergi mengambilnya dan membiarkan dia pergi.

Suhaib mempercepat parjalanan. Dengan agamanya, dia melarikan diri untuk menuju Allah tanpa menghiraukan harta kekayaan yang dikumpulkannya semenjak muda. Tak sedikit pun dia menyesali.

Setiap kali rasa capai menggoda, dia mengingat-ingat rasa rindunya kepada Rasulullah. Bila sudah begitu, bangkit lagi semangatnya untuk melanjutkan perjalanan.

Sesampainya di Quba', Rasulullah menyambut Suhaib Ar-Rumi dengan wajah berseri-seri seraya berkata berulang-ulang, “Ya Abu Yahya (maksudnya Suhaib Ar-Rumi) untung besar perniagaanmu…”

Bukan main suka cita hati Suhaib. Wajahnya cerah ketika berkata, “Ya Rasulullah, tidak ada orang yang mendahuluiku. Berarti tak ada yang memberitahu Anda Kecuali Jibril ('alaihi salam.www.sohabat.org).”


Benar. Suhaib mendapatkan untung dalam perniagaannya. Wahyu dari langit membenarkannya, disaksikan oleh Jibril ketika membawa firman Allah:

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (Al-Baqarah: 207).

Untung besar bagi Suhaib, dan itulah sebaik-baik perniagaan dan keuntungan…1)

1) Sosok Para Sahabat Nabi, DR. Abdurrahman Ra'fat Al-Basya, Cetakan I, Oktober 1996, CV.Pustaka Matiq

Sertifikat Amal Jariyah Kotak Infaq

Pahala amal jariyah akan selalu mengalir kepada seseorang walaupun orang tersebut sudah mati...
meski hanya 25 ribu rupiah anda tetap bisa beramal jariyah.
uang tersebut akan digunakan untuk menambah kotak infak yang akan bermanfaat bagi anda dan bagi umat islam..
jika anda berminat, segera hubungi petugas kami di nomor 0271- 2145323 atau 081804555424(solo). atau petugas cabang jogja : Agung Budiman 0274-379500 dan isrofa, 0274- 7884817 yang beralamat : Salakan 294-09/03 jotawang, bangunharjo, Sewon, Bantul 55187.
Semoga dengan usaha tersebut , Allah memberikan kepada kita semua pahala yang tidak akan terputus walau kita sudah mati kelak. amiin.....

Selasa, 01 Desember 2009

SETEGUK AIR DI PENGHUJUNG BULAN RAMADHAN


Saudara muslim ibarat satu tubuh, ketika yang satu sakit yang lain pun ikut merasakan sakit.itulah rasa yang ada di hati kami ketika meihat saudara muslim kami di gunung kidul yogyakarta kekurang air bersih untuk menghidupi kehidupan sehari hari.
Air sungai pun tidak mengalir, hujan pun belum turun,sumber mata air letaknya jauh, maka untuk memenuhi kebutuhan sehari hari air bersih pun harus membeli dari truk tangki,yang harus merogoh kantong saku lebih dalam.padahal masyarakat di situ termasuk masyarakat ekonomi lemah (miskin).
Kita ketahui penghasilan dari saudara muslim kita yang di sana di peroleh rata rata dari buruh tani,buruh ternak,penjualan ketela kering (Gaplek) yang kesemuanya itu menghasilkan penghasilan tidak seberapa,dan itu masih kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.
Demikianlah beratnya beban penderitaan saudara kita di gunung kidul,maka untuk meringankan beban saudara kita di sana, BaitulMal FKAM Jogjakarta mengadakan pengiriman bantuan air bersih di gunung kidul yang ke-2,tepatnya di dusun Gesing 1 dan Gesing 2, Purwodadi, Tepus , Gunungkidul,Jogjakarta.
Pelaksanaan pengiriman diserahkan kepada kepala dusun Gesing 1 dan Gesing 2 yaitu Bapak Radim dan Bapak Harma Ulahap, pada hari Jum’at,18 september 2009.dengan mengirimkan 8 paket (8 Truk Tangki) di 8 titik pengiriman yang tiap titik pengiriman satu RT yang terdapat kurang lebih 30 KK.
Alhamdulillah, kami dari tiem BaitulMal FKAM Jogjakarta mendapat sambutan baik dari Bpk Dukuh ,RT dan masyarakat sekitar. Tanpa di sadari kita telah memberikan seteguk air di kala saudara kita dahaga.dan inilah seteguk air di penghujung bulan Ramadhan yang bisa kita berikan kepada saudara muslim kita yang berada dalam serba kekurangan. kami menyadari bahwa bantuan ini belum maksimal.Semoga bantuan ini dapat meringankan beban saudara kita di bulan Ramadhan ini.
Kepada para donatur yang membantu terselenggaranya kegiatan dan terkumpulnya dana, kami ucapkan Jazakumullah khairan katsiro. Berapapun yang anda berikan sangat berarti bagi mereka yang membutuhkan.Mudah mudahan Allah Ta’ala mencatat sebagai satu amalan shalih dihadapan-Nya. Amiin.
Bagi Muhsinin yang ingin beramal jariyah dapat menghubungi cabang BaitulMal FKAM Jogjakarta , Isrofa (0274-7884817 Agung Budiman (0274-3054839), atau transfer ke Bank Muammalat, No. Rek. 912.518.6699 a/n Isrofa.